Rabu, 23 Januari 2019

The Implementation of Halal Tourism in Indonesian National Park





Patronage Leadership in Decentralized Developing Countries




Developing Public Service Management in Central Borneo

Sabtu, 12 Januari 2019

DAYA MAGIS KESENIAN ‘Bantengan’ dan NANO EKONOMI


Selama saya tinggal di Dusun Dadaptulis Dalam, Kelurahan Dadaprejo, Kecamatan Junrejo, Kota Batu banyak sudah yang saya posting berkaitan dengan kegiatan sosial ekonomi masyarakat disini diantaranya ada peringatan 17-an di bulan Agustus, Kesenian Ketoprak, lomba mancing tiap malam Kamis dan malam Sabtu, Festival Serabi Dadaptulis, dan kali ini saya baru sempat posting tentang Kesenian “Bantengan” dan Pasar Kaget. Sebenarnya dua kegiatan ini bukan hanya sekali berlangsung di tempat tinggal kami, tapi sudah menjadi agenda rutin tiap bulan Februari dalam rangka acara ‘Bersih Desa’. Sebagai bentuk rasa syukur masyarakat Dusun Dadaptulis Dalam atas berkat dan rahmat Tuhan Yang Maha Esa yang selama ini telah dinikmati bersama. Dan sebagian juga masih memiliki keyakinan dengan menggelar kegiatan Kesenian “Bantengan” ini berarti secara magis telah menolak “balak” atau musibah. Harapannya masyarakat Dusun Dadaptulis Dalam selalu terhindar dari berbagai musibah, khususnya musibah bencana alam. Kesenian “Bantengan” ini menyajikan berbagai atraksi tari-tarian dan kuda lumping sebagaimana kita pernah melihat di berbagai tempat terutama di Jawa Timur. Atraksi yang berlangsung cukup lama mulai Pukul 20.00 hingga pukul 24.00 ini dimeriahkan dengan adegan yang seram yakni “adegan makan beling” dan “adegan sembur api”. 

Sebagai generasi tahun 80-an saya sendiri kurang paham kesenian ini berasal dari mana? Yang jelas selama saya tinggal disini sangat sering sekali masyarakat “nanggap” mengundang mereka untuk tampil memeriahkan acara. Kali ini kegiatan ini digelar dalam rangka ‘hajatan sunat (khitanan)’ salah putra warga Dusun Dadaptulis Dalam, setelah sebelumnya digelar acara syukuran 2 hari 2 malam. Karena kebetulan saya sarjana ekonomi, maka ketertarikan saya bukanlah pada Kesenian ‘Bantengan’-nya, akan tetapi kepada kegiatan yang mengikutinya yakni ‘Pasar Kaget’. Sebagian dari kita masyarakat Indonesia juga menyebutnya dengan ‘Pasar Tungging’. Disebut dengan Pasar Kaget karena munculnya tiba-tiba dan bisa digelar dimana saja. Disebut dengan Pasar Tungging karena sebagian besar lapaknya digelar dengan terpal sehingga para calon pembeli harus memilih barang dagangannya dengan cara menungging. 

Yang menjadi istimewa bagi saya Pasar Kaget dan Pasar Tungging ini ternyata masih ada sejak saya kecil dulu. Bahkan kegiatan yang digelar kebetulan pas didepan rumah kami ini mengingatkan saya ketika saya berada di Palangka Raya bahkan juga ketika saya melakukan kunjungan di pelosok pedalam Kalimantan Tengah sering menemukan Pasar Kaget atau Pasar Tungging. Bedanya kalau di Palangka Raya biasanya pasar tersebut digelar pada Kamis Malam atau Malam Jumat. Nah ini juga menjadi tradisi dan sebagian kepercayaan masyarakat bahwa di hari itu pasar akan ramai dikunjungi oleh pembeli. Ternyata peradaban boleh berubah, jaman boleh berubah, perilaku konsumsi masyarakat boleh berubah. Tetapi sebenarnya tradisi, kesenian, dan perekonomian memiliki ‘daya magis’ untuk mampu bertahan di tengah gempuran modernisasi perekonomian. Sepanjang tiga hal ini mampu beriringan didalam menjaga keberlangsungan hidupnya ditengah ancaman perubahan jaman yang menggerus perekonomian rakyat. 

Daya magis itu muncul ketika pelaku kesenian mampu berkolaborasi dengan pelaku ekonomi. Ketika kesenian ‘Bantengan’ digelar, maka disitu juga diikuti oleh Pasar Kaget. Jika kita perhatikan para pelaku ekonomi, pedagang Pasar Kaget ini termasuk dalam ‘skala mikro ekonomi’ bahkan bisa jadi saya menyebutnya ‘skala nano ekonomi’. Namun karena pergerakan perekonominya dijalankan secara kekeluargaan melalui koordinasi paguyuban maka mereka dapat terus beriringan dan berdampingan dalam menyemarakkan Pasar Kaget. Prinsip yang mereka pegang saya pikir adalah “dimana ada gula di situ semut”, dimana ada keramaian/hiburan maka disitu semut-semut akan berkumpul untuk mencari makan. Maka bertemu-lah kepentingan penjual dan pembeli, supply and demand, sebagai bentuk ‘market equilibrium’. Saya jadi teringat ada satu mahasiswa saya yang dulu meneliti tentang keberadaan Pasar Kaget dan Perekonomian Rakyat di Palangka Raya. Jadi semakin saya pahami bahwa masyarakat Indonesia yang berbeda-beda ini, tetap saja ada persamaannya dan selalu bisa dipersatukan dalam kegiatan sosial dan ekonomi.

Kota Wisata Batu memang luar biasa, tidak hanya keindahan alamnya, tapi tradisi dan geliat perekonomian rakyatnya juga bergerak dinamis. Suatu pelajaran berharga buat kita semua. Selamat berakhir pekan.....Happy Weekend,....Jangan Lupa Bahagia.

Sabtu, 05 Januari 2019

REFLEKSI 14 TAHUN FISIP UPR: Peluang dan Tantangan Kedepan

14 Tahun sudah usia Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Palangka Raya jika kita hitung dari pendirian Program Studi Sosiologi dan Program Studi Ilmu Administrasi Negara pada tahun 2005. Usia ini tergolong ‘remaja’ yang penuh dengan suka cita dan keceriaan atau kita sering kita menyebutnya dengan ‘usia ABG’. Namun jika kita hitung dari pendirian fakultas maka pada tanggal 7 Januari 2019 ini FISIP – UPR berusia 7 tahun. Hal ini meski kita pertimbangkan apakah kita menggunakan momentum pendirian prodi ataukah momentum pendirian fakultas? Karena jika kita lihat peringatan dies natalis di beberapa fakultas lain, mereka menghitungnya dari pendirian prodi. Saya pikir ini hal ringan yang bisa dibicarakan sambil minum kopi oleh anggota senat FISIP – UPR.

Sebagai bagian dari sivitas akademika, saya cukup memiliki kepedulian atas pergerakan kemajuan dan dinamika fakultas kita. Sehingga selalu secara spontan saya sampaikan buah-buah pemikiran saya untuk fakultas kita tercinta. Dan tentu apa yang saya sampaikan ini tidak dalam rangka ambisi saya atas sebuah jabatan atau perhatian khusus dari pimpinan. Serta bukan juga untuk mengoreksi atas hasil jerih payah dan kemajuan yang telah diupayakan rekan-rekan pengelola prodi dan fakultas selama setahun ini. 

Murni ini adalah sebuah tinjauan sederhana yang memang cukup kritis dalam rangka untuk terus mendorong dan memotivasi rekan-rekan di prodi dan fakultas agar bergerak lebih cepat, lebih baik, dan tepat sasaran. Kondisi atmosfer positif yang saat ini saya rasakan di kampus UB terus menjadi inspirasi bagi saya untuk dapat sama-sama kita aplikasikan di kampus FISIP - UPR. Untuk itu ada baiknya kalau kita bisa melihat secara jernih dan jeli atas posisi kita, prestasi kita di tengah-tengah keberadaan perkembangan FISIP di kampus yang lainnya di Palangka Raya. Apakah kampus kita ini adalah “leader” atau “follower” dalam peta kompetisi lembaga pendidikan di Palangka Raya atau dalam bahasa ilmiahnya sering kita sebut dengan ‘benchmarking’. Hal ini perlu kita lakukan dalam rangka menyambut semangat pembaruan ‘UPR Jaya Raya’ yang terus digaungkan oleh kepemimpinan yang baru Rektor Dr. Andrie Elia Embang, SE., M.Si. 

Kita juga tahu perkembangan peradaban terutama pengaruh informasi dan teknologi yang begitu cepat di era revolusi industri 4.0 menuntut kita berubah dan bergerak lebih cepat. Meski kita harus realistis terhadap kesiapan sumberdaya kita baik SDM, prasarana, dan sarana yang ada. Saya optimis kebutuhan perbaikan dan pembangunan prasarana dan sarana yang ada adalah tanggung jawab dari universitas. Yang bisa kita lakukan adalah mengelola potensi sumber daya manusia yang ada agar lebih efektif dalam meningkatkan mutu pembelajaran di fakultas kita. Dengan penambahan beberapa doktor yang baru selesai studi seyogyanya tenaga dan semangat kita untuk menjadi lebih baik semakin kuat. Karena mereka pulang dengan membawa gelar dan pengalaman akademik yang baik selama studi dapat kiranya diterapkan kepada mahasiswa kita. Lebih jauh harapannya produktivitas sebagai tenaga pendidik semakin meningkat. Hal ini sejalan dengan keinginan pemerintah dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan tinggi. Rakernas kemenristekdikti yang diselenggarakan pada tanggal 3 – 4 Januari 2019 di Undip Semarang telah menghasilkan beberapa fokus yang meliputi: Pembelajaran dan Kemahasiswaan, Riset dan Pengembangan, Inovasi, dan Pengawasan Internal. Hal ini dapatlah menjadi motivasi kita dalam rangka mengembangkan FISIP – UPR dengan tetap memperhatikan karakteristik dan potensi yang ada. 

Kondisi Eksisting 

Sejenak kita tengok bagaimana posisi kita di tengah-tengah kampus lain di Palangka Raya.  https://forlap.ristekdikti.go.id/prodi/search. Jika tabel tersebut adalah ‘valid’ maka kita meski meninjau apakah rasio dosen : mahasiswa kita dalam jumlah yang ‘ideal’. Namun sayang data yang terinput komplit hanya dari prodi sosiologi. Sedangkan dari prodi IAN dan IP jumlah mahasiswanya belum terinput. Tapi saya yakin bagian akademik prodi dan fakultas kita memiliki data yang lebih lengkap dan valid atas rasio dosen : mahasiswa. Harapan kita rasio dosen : mahasiswa meski dalam kondisi yang ideal yakni 1 : 35. Meski ada juga yang mematok untuk ilmu sosial bisa 1 : 40. Jika kita bisa menjaga rasio ideal ini maka proses belajar mengjar itu akan dapat dilaksanakan secara efektif sehingga mutu pembelajaran itu dapat kita capai. Untuk itu saya ingin menyarankan agar kiranya daya tampung kita pada Tahun Akademik 2019/2020 dapat dipangkas 50% dari biasanya. Hal ini dimaksudkan agar kita bisa lebih fokus dalam perbaikan internal kita yang meliputi: ketersediaan dosen dan ketersediaan prasarana dan sarana yang ada. Saya yakin ini tidak akan mengurangi apreasiasi masyarakat Kalteng terhadap FISIP. Justru ini momentum kita untuk sedikit “jual mahal” dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan. Kita berikan saja limpahan mahasiswa kepada PTS lain di Palangka Raya. Mereka pun perlu mahasiswa untuk menjadi lebih besar dan lebih kompetitif. 

Selanjutnya kita coba tengok perkembangan status akreditasi kita di tengah-tengah kampus lain di Palangka Raya. Sumber: https://banpt.or.id/direktori/prodi/pencarian_prodi.php. Kita meski berbesar hati bahwa fakta akreditasi kita tertinggal dengan prodi-prodi FISIP kampus lain. Dan menjadi istimewa karena pada tahun 2019 ini seluruh prodi kita telah jatuh tempo untuk perpanjangan masa berlaku akreditasi. Saya yakin pengelola prodi telah terus mengupayakan proses reakreditasi hingga hari ini, ditengah-tengah kesibukan mengajar dan kegiatan administrasi lainnya. Dan semoga sebelum jatuh tempo dapat selesai dengan tuntas untuk diajukan melalui sistem ‘SAPTO’. 

Reorientasi dan Reakreditasi 

Perubahan sistem akreditasi dari 7 standar menjadi 10 standar mendorong kita untuk berubah dalam strategi pengelolaan. Terlebih lagi orientasi akreditasi yang baru tidak hanya dalam input saja, tetapi lebih kepada output. Dan dalam sistem akreditasi yang baru tulang punggung pengelolaan itu tidak lagi pada prodi akan tetapi sudah bergeser kepada fakultas. Sehingga fakultas-lah kedepan yang harus dominan dalam pengelolaan dan penjaminan mutu pendidikan kita. 

Kebutuhan akan prestasi dan inovasi dalam pengelolaan pendidikan tinggi saat ini adalah hal yang utama. Kita tidak bisa bekerja sendiri. Kita meski bersinergi dengan pimpinan universitas, kita meski bersinergi dengan fakultas lain, kita meski bersinergi dengan universitas lain dalam rangka meningkatkan prestasi dan inovasi, khususnya dalam hal sistem pembelajaran, IPTEK, penelitian dan pengabdian, serta yang sedang hit adalah publikasi ilmiah bereputasi (nasional dan internasional). Sehingga saatnya kita untuk bergandengan tangan dan meninggalkan segala bentuk egoisme, egosentrisme, dan egosektoral. Yang kita butuhkan diantara SDM kita bukan lagi KOMPETISI tapi KOLABORASI. Mengkritisi boleh, tapi bukan dalam rangka mendegradasi... Peluang Jika pada saatnya nanti setelah tahun 2019 berakhir dan seluruh prodi kita mendapatkan akreditasi minimal B, maka kita bisa mendorong agar seluruh prodi membuka program magister sebagaimana UMP telah lebih dulu membuka program S2 – MAP. Kita pun bisa!!!....pasti BISA!!! Asalkan tahun ini seluruh prodi bisa meraih akreditasi minimal B. Tantangan Perkembangan isu peradaban di Kalimantan Tengah seyogyanya juga kita ikuti dengan proyeksi pembukaan prodi-prodi baru seperti prodi hubungan internasional, prodi pariwisata, prodi manajemen pendidikan tinggi. Dan jika perlu kita bisa buka pendidikan vokasi seperti sekretaris, manajemen perkantoran, administrasi bisnis dengan jenjang pendidikan D1 dan D3. 

Itulah sedikit jentik-jentik pikiran saya ditengah-tengah masa studi yang saat ini cukup kritis meski telah melewati tahap ‘ujian kelayakan proposal’ masih ada 3 tahap lagi yang harus saya lampaui. Menjadi spontanitas pemikiran bagi saya, untuk dapat saya sampaikan kepada rekan-rekan sebagai bentuk dukungan, semangat, dan motivasi. Semoga apa yang saya sampaikan ini dapat menjadi tambahan spirit dan bukan dianggap sentimentil yang sempit. Karena saya sendiri pun tahu bahwa semua perlu waktu dan perlu sesuatu,...yang mendorong kita untuk terpacu. 

SELAMAT DIES NATALIS FISIP – UPR yang ke 14,...SUKSES!!!

Rabu, 02 Januari 2019

- Reuni dan Romantika Masa SMP –

Reuni dalam Bahasa Inggris ‘Re-Union’ yang artinya bertemu kembali, bersatu kembali atau kalau kita maknai dalam budaya Indonesia ‘silahturahmi’. Dalam acara reuni biasanya kita bisa bernostalgia, bercengkerama, ngobrol ngalor-ngidul, cengengesan sambil ngerumpi, ha ha ha. Intinya dalam kegiatan ini kita bisa melepas rindu dan bertemu pandang. Ya, Reuni SMPN 2 Mojokerto 29 Desember 2018. Kegiatan reuni ini baru pertama kali saya ikuti selama ini. Biasanya saya cuman lihat status teman dan undangan teman untuk reuni SMA, reuni SMP, dan reuni SD. Yang bikin saya selalu nggak bisa hadir adalah ketika reuni itu selalu diadakan pada saat selesai lebaran yang biasanya dibungkus sekalian acara halal bihalal. Maklum, kesempatan ini sulit saya ikuti karena saya dan keluarga terikat “protokoler keluarga” yang cukup rumit dan sulit untuk dihindari. Biasanya setelah Salat Idul Fitri saya dan keluarga selalu ke luar kota untuk menengok Mbah di Ngawi dan sekaligus bersilahturahmi dengan keluarga disana. Jadi harus ngintil sama si Mbok. 

Alhamdulillah wa syukurilah...., akhirnya saya pun bisa hadir dalam reuni SMP tahun ini karena diselenggarakan di akhir tahun “thanks Mas Anam dkk”, bisa ketemu dengan teman-teman seangkatan dan juga guru-guru yang waktu itu mengajar kami. Teman-teman yang dulu menjadi sahabat dan juga teman-teman bermain pun hadir, sungguh kebahagiaan tersendiri saya bisa menjabat erat tangan-tangan mereka dan bisa cipika-cipiki seperti saudara dekat yang lama nggak bertemu. Meski yang hadir hanya sekitar 40 orang, jumlah yang sangat sedikit jika dibandingkan dengan jumlah kami keseluruhan seangkatan. Seingat saya dulu satu kelas isinya sekitar 40 orang dan kalo nggak salah 6 kelas, berarti yang hadir hanya sekitar 16%. Tapi nggak masalah meski sedikit, setidaknya ini menjadi cerminan semangat kami untuk tetap menjalin silahturahmi menjadi bagian dari keluarga besar SMPN 2 Mojokerto. Semoga reuni kedepan semakin banyak yang hadir. Setelah kurang lebih 23 tahun saya tidak ketemu langsung dengan teman-teman SMP saya melihat mereka dalam keadaan yang baik, sehat, dan mandiri. Ada yang jadi pengusaha, ada yang jadi karyawan swasta, dan ada yang jadi Pak Camat dan Bu Camat. Sungguh berkat Allah SWT yang wajib kita syukuri. Dan ternyata yang namanya sifat dan karakter tiap orang relatif tidak berubah. Yang dulunya ‘pendiam seperti saya’ sekarang juga masih dianggap ‘pendiam dan jaim’. Yang dulunya sukanya guyon dan slengekan, tetap aja sekarang seperti itu.
"Tua boleh, tapi jangan menua,...he he he"
Tapi saya senang, kita bisa berperilaku secara alami tanpa ada yang ditutupi. Saya pun senang karena ternyata di reuni SMP ini teman-teman bisa menciptakan suasana yang egaliter, suasana kebersamaan, dan kehangatan. Tidak memandang status sosial mau jadi Camat, GM, Dosen, Pengusaha, semuanya lebur dalam suasana yang cair. Dan masing-masing kita bisa menghormati dan menghargai keadaan teman. Tak satupun yang berlagak sok kaya, sok ganteng, sok miskin (eh salah). Meski saya pun sempat “gede kepala” dibilang ‘anak pinter’ berkali-kali oleh sahabat saya Shelly. Ha ha ha....anyway thanks ya Shelly setidaknya anak dan istriku sekarang tahu kalau dulu aku pinter, wkwkwk...Yang bikin saya besar kepala lagi ketika guru fisika kami yang gaul (Bu Eny Soetojo) bilang “waktu saya baru masuk diujung sana saya melihat ada cowok ganteng yang tersenyum manis, Didod ternyata”. Waduh tambah deh saya terbang ke langit. Padahal saya sudah lupa kalau dulu saya pernah ganteng. Karena sekarang faktanya sudah banyak mengalami “degradasi rambut” dan “degradasi gigi”. Ha ha ha....Rasa syukur kami bertambah karena selain Bu Eny yang hadir juga Bu Umi (guru PMP), dan Bu Nurul (guru Ekonomi). Kehadiran beliau-beliau melengkapi kebahagiaan kami. Terus terang sebenarnya saya grogi ketemu Bu Eny karena takut dengan mata pelajaran Fisika. Dari SMP hingga SMA saya nggak pernah dapat nilai bagus, paling bagus ya ‘60 atau C’. Tapi kalau PMP dan IPS selalu tinggi. Sebagai ucapan terima kasih panitia telah memberikan souvenir kepada guru-guru kami tercinta, semoga berkenan. Dan tentu kami akan terus mendoakan untuk kesehatan, keselamatan, dan kesejahteraan untuk guru-guru SMPN 2 Mojokerto. 

Terima kasih atas segala ilmu yang telah kau berikan kepada kami, sehingga kami bisa menjadi orang yang baik dan bermanfaat bagi bangsa dan negara. Meski sudah sempat berjabat tangan dengan semua teman-teman, namun sepertinya di hati ini masih ada yang kurang karena saya belum sempat ngobrol lama dengan sahabat-sahabat saya dan mantan-mantan saya, ha ha ha. Tapi setidaknya saya sudah sempat bertemu kembali dengan ‘tetangga saya’, ‘teman saya yang dulu mesra dan diam-diam suka’. Ha ha ha (GR pooolll). Ok ya guys, keep in touch. Sampai bertemu kembali, tetap jalin silahturahmi dan komunikasi, nggak usah keluar dari grup WA, nggak usah keluar dari grup facebook, dan nggak usah baper-baperan. Tapi tetap ya kita jaga konten chating di grup WA harus aman dan terkendali ben ora rusuh. See you dan semoga Allah SWT menyertai kita semua. Amin.

Selasa, 01 Januari 2019

"MENJAGA KETAHANAN ENERGI LISTRIK DI PALANGKA RAYA DALAM PERSPEKTIF LOCAL GOVERNANCE"

Palangka Raya dan sekitarnya sejak hari Jumat (2/11/2018) tengah malam mengalami gangguan transmisi. Manajer Komunikasi Unit Induk Wilayah Kalselteng (M. Yusfiansyah) menyampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya kepada seluruh pelanggan di Kalimantan Tengah. Ini disebabkan karena pada Jumat (2/11/2018) pukul 00.28 WIB, satu tower transmisi Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) 150 kilo volt yang berlokasi di Jalan Mahir Mahar arah Kalampangan Palangka Raya roboh. Dampak dari kerusakan ini menyebabkan terputusnya Sistem Interkoneksi Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah, sehingga beberapa Gardu Induk (GI) yakni GI Palangka Raya, GI Kasongan, GI Sampit dan GI Bagendang padam. Suplai listrik untuk wilayah tersebut mengalami kehilangan daya sebesar 63 MW. Hingga tulisan ini disusun kondisi suplai listrik ke masyarakat di Palangka Raya masih belum stabil. Terhitung sudah hampir 60 jam masyarakat terpapar kekurangan energi listrik. Masyarakat sulit beraktivitas mulai dari memasak, mencuci, menyetrika, dan lain sebagainya. Terlebih lagi usaha kecil seperti laundry, rental komputer dan fotocopy pasti akan terasa sekali dampaknya karena tidak dapat beraktifitas dengan normal. Kondisi ini diperparah dengan antrian panjang mendapatkan bensin untuk mengisi genset-genset milik masyarakat. 

Dengan terjadinya pemadaman listrik yang berkepanjangan masyarakat Palangka Raya praktis mengandalkan genset pribadi untuk menyuplai listrik di rumahnya. Sebagian juga menggunakan lilin dan petromax untuk penerangan di malam hari. Untuk masyarakat yang mampu sebagian “melarikan diri” dengan menginap di beberapa hotel di wilayah Palangka Raya. Hal ini dikarenakan hotel-hotel yang ada biasanya memiliki genset dengan kapasitas yang besar. Sehingga masyarakat yang menginap di hotel masih bisa merasakan kenyamanan beristirahat. Satu hal yang masih dianggap keberuntungan adalah peristiwa ini terjadi di akhir pekan, sehingga masyarakat tidak terlalu stres menghadapinya. Namun jika tidak segera normal maka pastinya akan mengganggu di hari-hari kerja. Kejadian ini sebenarnya bukan yang pertama kali. Pada hari Sabtu (7/11/2015) angin puting beliung disertai hujan lebat di Palangka Raya sekitar pukul 19.00 WIB merobohkan 7 (tujuh) tower SUTT. Angin puting beliung dahsyat itu terjadi di kawasan Jalang Tingang, mulai Tingang XVII, Louhan Mas dan Gurame. Selain SUTT yang roboh, angin puting beliung pada saat itu juga mengakibatkan rusaknya puluhan rumah. Ini akibat beban berat dari tower SUTT yang terbangun pada tahun 1993 dengan ketinggian 40 meter yang menimpanya. 

Haruskah kita menyerah karena faktor alam? 

Bercermin dari kejadian tersebut perlu kiranya kita bersama memberikan sumbangsih pemikiran kepada PLN dan juga instansi terkait di lingkungan Pemerintah Kota Palangka Raya dan Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah untuk mengantisipasinya semaksimal mungkin agar tidak terjadi lagi. Persoalan gangguan faktor alam memang menjadi fakta yang meski kita hadapi bersama. Untuk itu perlu upaya-upaya ekstra oleh PLN didukung oleh stakeholder yang ada untuk melakukan peningkatan kualitas pemeliharaan saluran transmisi. Jika memungkinkan dilakukan audit secara menyeluruh terhadap kelayakan saluran transmisi SUTT sepanjang wilayah Kalselteng. Hasil audit ini sangat kita perlukan dalam rangka pemeliharaan dan peremajaan saluran transmisi yang ada. Audit yang lebih intensif sangat diperlukan untuk mencegah musibah ini terjadi lagi. Pemerintah Kota Palangka Raya berkoordinasi dengan Pemerintah Provinsi mestinya bisa mendorong PLN untuk bekerja dengan lebih baik lagi. Dan jika perlu ada formulasi atau kesepakatan bersama dalam membentuk Tim Tanggap Darurat jika terjadi SUTT yang roboh lagi. Hal ini dimaksudkan dalam rangka untuk meminimalkan krisis listrik berkepanjangan di Palangka Raya. Ketika kita bicara tentang pemeliharaan saluran transmisi PLN setidaknya ada 2 (dua) jenis pemeliharan listrik yakni: pemeliharaan preventif (pemeliharaan rutin, pemeliharaan prediktif, pemeliharaan pasca gangguan) dan pemeliharaan korektif. Pemeliharaan preventif ini bertujuan untuk mempertahankan unjuk kerja peralatan transmisi juga untuk mencegah terjadinya kerusakan secara tiba-tiba. Hal ini dilakukan inspeksi secara periodik dan pengujian pengukuran untuk menganalisa kondisi peralatan. Pemeliharaan korektif adalah pemeliharaan yang dilakukan ketika peralatan mengalami kelainan / unjuk kerja rendah pada saat menjalankan fungsinya atau kerusakan dengan tujuan untuk mengembalikan pada kondisi semula melalui perbaikan ataupun penggantian peralatan. (ikhsanrahman, 2012). Tahapan pemeliharan inilah yang meski terus diperbaiki kualitasnya. Agar ganggungan listrik yang parah dapat dicegah. Hal ini disampaikan oleh penulis sebagai bentuk keprihatinan terhadap krisis listrik yang terjadi beberapa hari di Palangka Raya dan sekitarnya. 


PLN sebagai ujung tombak penyedia listrik meski lebih didukung oleh stakeholdernya, termasuk masyarakat. Dukungan moral menjadi sebuah keniscayaan, tetapi dukungan pemikiran untuk menjaga ketahanan energi listrik sebagai public goods (barang publik) sangatlah dibutuhkan. Krisis listrik yang berkepanjangan akan berpotensi terhadap kerawanan sosial. Masyarakat tentu akan saling berebut dalam mengakses pasokan listrik, setidaknya ini yang kita lihat bagaimana antrian panjang di SPBU-SPBU untuk memperoleh pasokan bensin guna mengisi genset-genset masyarakat. Semoga PLN tetap strong dan Pemerintah Daerah juga lebih aware and care.