Rabu, 14 Maret 2018

MENANTI WALIKOTA YANG PAHAM TENTANG KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERKOTAAN DAN KONSEP SMART CITY

Sungguh sebuah anugerah Tuhan yang begitu besar atas kesempatan yang diberikan kepada saya, untuk dapat sejenak kembali ke Kota Palangka Raya kota cantik yang menawan di tengah Bumi Tambun Bungai Kalimantan Tengah. Setelah kurang lebih 18 bulan saya tinggalkan untuk keperluan studi lanjut di Kota Malang Jawa Timur. Sebagai penduduk Palangka Raya yang telah bermukim lebih dari 10 tahun yang lalu, saya melihat banyak sekali perubahan wajah Kota Palangka Raya saat ini. Mulai dari munculnya Land Mark kota yang baru (Taman Pasuk Kameluh), pelebaran Jalan Temanggung Tilung, Ruang Terbuka Hijau di sekitar Jalan Yos Sudarso, relokasi Pedagang Kaki Lima Jalan Yos Sudarso, relokasi beberapa kantor Pemerintah Kota Palangka Raya ke jalur lingkar dalam (Jalan G Obos X), dan mungkin masih banyak lagi proyek infrastruktur yang telah selesai maupun sedang berjalan yang tidak saya ketahui. Sebuah apreasiasi/penghargaan yang harus saya sampaikan kepada Walikota Palangka Raya beserta jajarannya yang telah berupaya keras mengubah wajah Kota Cantik Palangka Raya menjadi lebih baik lagi. Tahun 2018 ini adalah tahun terakhir masa pemerintahan Walikota Palangka Raya (Dr, H. M. Riban Satia, S.Sos., M.Si – Dr. Mofit Saptono S., M.P.) selanjutnya kita akan menggelar pesta demokrasi pilkada untuk memilih Walikota dan Wakil Walikota Palangka Raya periode 2018-2023. Maka tepat kiranya judul yang saya angkat ini menjadi sebuah titik pencerahan bagi kita masyarakat Palangka Raya yang memiliki hak pilih menentukan calon walikota dan wakil walikota yang baru. 


Masyarakat Palangka Raya membutuhkan banyak referensi dan asupan informasi yang cukup guna melihat dan menilai kapasitas dan kapabilitas setiap calon walikota dan calon wakil walikota yang akan berkompetisi pada pilkada tahun 2018. Sebelum pada saatnya nanti kita akan memilih calon yang terbaik diantara yang terbaik. Saya tidak akan banyak membahas mengenai dinamika politik yang berkembang saat ini, karena saya pikir ini bukan domain saya sebagai analis kebijakan publik. Saya akan lebih fokus dalam kebijakan pembangunan perkotaan dan kapasitas-kapabilitas pemimipin publik yang kita dambakan bersama. Ketika diawal tadi saya sampaikan apreasiasi mengenai perkembangan wajah Kota Palangka Raya adalah suatu hal nyata yang tidak dapat kita pungkiri sebagai sebuah progress dalam pembangunan Kota Palangka Raya. Walikota Riban Satia yang telah memegang masa pemerintahan selamat 2 periode (2008-2013 dan 2013-2018) adalah waktu yang cukup lama untuk bisa mengubah wajah Kota Palangka Raya secara signifikan. Namun jika boleh saya berpendapat perubahan Kota Palangka Raya selama 2 periode tersebut belumlah siginfikan. Perubahan yang terjadi cenderung lambat dan hanya berorientasi kepada pembangunan infrastruktur saja. Pembangunan non infrastruktur sepertinya kurang menjadi perhatian. Apa yang saya maksudkan dengan pembangunan non infrastruktur? Yakni pembangunan menuju Kota Palangka Raya sebagai “Smart City”. 

Palangka Raya sebagai kota metropolitan masih memiliki persoalan klasik yang ditinggalkan oleh Walikota Riban Satia, seperti penanganan banjir yang masih terus terjadi baik di perkampungan maupun jalan protokol, penanganan aspal jalan yang berlubang yang masih lambat, koordinasi antar instansi yang masih lemah dalam berbagai layanan publik, penanganan dan pengelolaan sampah yang masih belum optimal, partisipasi masyarakat dalam pembangunan yang masih rendah, program kebersihan dan penghijauan kota yang masih sangat minim, dan lain sebagainya. Dan indikator utama yang menjadi “PR” adalah Kota Palangka Raya belum pernah meraih kembali Penghargaan Adipura selama 10 tahun terakhir ini. Ini menjadi titik kulminasi lemahnya kebijakan pembangunan perkotaan di Palangka Raya. Saya yakin bahwa Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD) Kota Palangka Raya telah diupayakan untuk dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Namun tercapai atau tidak rencana tersebut?, maksimal atau tidak implementasinya?, kita sebagai masyarakat bisa menilainya. Saya berpendapat bahwa Kota Palangka Raya masih sangat potensial untuk dikembangkan menjadi kota metropolitan yang berwawasan lingkungan. Palangka Raya memiliki dua wajah (wajah kota dan wajah desa). Dengan demikian ini menjadi sumber kekuatan untuk menyusun kebijakan pembangunan perkotaan yang dapat meningkatkan harkat dan martabat masyarakat dengan tetap berorientasi kepada kelestarian lingkungan hidup. 

Satu hal sederhana yang tidak saya temui didalam kebijakan perkotaan adalah tidak adanya peraturan daerah (perda) yang mengatur tentang penghijauan dan perlindungan “pohon peneduh” agar tidak seenaknya dibabat oleh masyarakat atau pelaksana pembangunan infrastruktur. Sehingga tidak heran ketika saya datang ke Palangka Raya dan merasakan begitu panas dan gersangnya kota ini. Kalaupun ada penghijauan biasanya tidak diikuti oleh pemeliharaan yang baik, kurang dipupuk dan kurang disiram. Saya merindukan pohon-pohon peneduh yang bertambah secara massif di Kota Palangka Raya. Mungkin ini satu hal kecil yang kita tunggu dari pemerintahan yang baru kedepan. 

Berkaitan dengan konsep smart city, sebenarnya telah diatur dan menjadi konsensus bersama dalam dokumen perencanaan pembangunan nasional bahwa pada tahun 2045 target pembangunan wilayah perkotaan adalah terwujudnya Kota Masa Depan Indonesia yang berkelanjutan dan Berdaya Saing. (Nuh dan Winoto, 2017). Ada tiga pilar utama terwujudnya Kota berkelanjutan dan berdaya saing, Kota layak dan aman; Kota hijau yang berketahanan iklim dan bencana; Kota cerdas yang berdaya saing dan berbasis teknologi. Smart city adalah konsep kota masa depan yang ingin diwujudkan secara nasional agar terwujud kota berkelanjutan yang didukung oleh kapasitas daya saing yang memadai. Era kompetisi seperti saat ini membutuhkan sosok pemerintah kota yang peduli dan memiliki wawasan untuk memberikan kemudahan pelayanan publik, termasuk perijinan investasi melalui penyediaan infastruktur perkotaan berbasis ICT. 

Jadi mari kita lihat dan kita nilai bersama apakah para calon walikota dan wakil walikota yang akan berkompetisi pada pilkada tahun 2018 ini memiliki Kebijakan Pembangunan Perkotaan yang baik, berorientasi pada konservasi lingkungan dan berbasis ICT. Terlepas dari program-program pembangunan yang disusun begitu rapi dan manis oleh para tim sukses, kita juga harus melihat apakah kapasitas-kapabilitas para calon tersebut mampu untuk merealisasikannnya, coba kita lihat secara bijak dan objektif rekam jejaknya selama ini. Hal positif apa yang mereka pernah lakukan untuk masyarakat secara signifikan, selain tebar pesona melalui berbagai kegiatan sosial dan aksinya di media sosial. Jika Kota Palangka Raya ingin menjadi Smart City, maka kita sebagai masyarakat harus terlebih dahulu menjadi Smart Citizen. Setuju?