MENCARI FIGUR CALON WALIKOTA /BUPATI YANG INOVATIF DAN MASIF
MENCARI
FIGUR CALON WALIKOTA /BUPATI YANG
INOVATIF
DAN MASIF
Oleh:
M. Doddy Syahirul Alam, SE., M.Si
Dosen Jurusan Ilmu Pemerintahan FISIP
UPR
Mahasiswa Program Doktor Ilmu
Administrasi FIA UB 2016
E-mail: doddyalam@fisip.upr.ac.id
Judul
ini saya tulis sebagai bentuk harapan kepada para figur-figur yang telah muncul
di masyarakat melalui media massa dan telah dilakukan polling terhadap mereka. Tulisan
ini juga saya tujukan kepada masyarakat di Kalimantan Tengah yang akan menjadi
“Juri” dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilu Kada) tahun 2018. Masyarakat
sebenarnya mengharapkan munculnya wajah-wajah baru dalam Pemilu Kada Walikota
dan Bupati tahun 2018 di Kalimantan Tengah. Karena satu dekade terakhir ini,
Pemilu Kada di Kalimantan Tengah seringkali diwarnai oleh “wajah-wajah lama
itu-itu saja”. Yang terpenting juga saya tujukan kepada elit politik yang saat
ini, tahun ini, mulai mempersiapkan dan membahas kepada siapa dukungan
politiknya akan diberikan dalam Pemilu Kada 2018. Kepada Partai Politik saat
ini adalah tahun pembuktian bahwa dukungan politik tidak perlu “mahar yang mahal”,
sehingga setiap individu tidak perlu ragu untuk mengajukan dukungan politik kepada
partai politik. Atau jika perlu seperti yang terjadi dukungan partai politik
terhadap Ahok, partai-lah yang mendatangi dan memberikan dukungan kepada
figur-figur yang dianggap unggul dalam kapasitas dan elektabilitas untuk
menjadi Calon Walikota/Bupati. Mungkin nggak ya?
Tahun
2017 ini sebenarnya adalah “Tahun Spesial” karena pada tahun ini adalah moment
pergerakan politik bagi para calon Kepala Daerah untuk menggaet/mengambil hati
masyarakat konstituennya. Banyak pelajaran yang bisa kita petik dari proses
Pemilu Kada Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta 15 Februari 2017. Kita
disuguhkan oleh tontonan yang begitu fenomenal dan maha dahsyat dalam
konstelasi politik persaingan antara “kubu petahana” (Ahok-Djarot) dengan “kubu
pendatang” (Agus-Silvy, Anies-Sandi) guna merebut kursi Gubernur dan Wakil
Gubernur DKI Jakarta periode 2017-2022. Satu hal penting yang harus dicatat
dalam upaya menggaet hati masyarakat adalah “investasi hati”. Artinya
masyarakat harus disentuh jauh-jauh hari sebelum masa kampanye dimulai. Kita
bisa belajar dari pasangan (Anies-Sandi), dimana Sandiaga S. Uno sudah
berinvestasi terlebih dahulu menyentuh masyarakat dengan berbagai kegiatan UKM
yang dapat menggaet hati masyarakat selama kurang lebih satu tahun. Dan
terbukti efektif, hingga dapat masuk pada putaran kedua (April 2017).
Mari
sejenak kita tinggalkan soal politik praktis, sembari kita menunggu opini dari
berbagai pengamat politik dadakan menjelang Pemilu Kada. Saya ingin mengajak
masyarakat untuk semakin cerdas, rasional dan kaya gagasan dalam menentukan
pilihan figurnya. Dalam penyelenggaraan pemerintahan yang dibutuhkan tidak
hanya “popularitas” dari seorang figur Kepala Daerah (Walikota/Bupati). Akan
tetapi yang lebih penting adalah kapasitasnya sebagai seorang “pemimpin publik”
dalam penyelenggaraan pemerintahan. Betul memang Walikota/Bupati dipilih
langsung oleh masyarakat. Tetapi setelah terpilih, maka yang dipimpin oleh
Walikota/Bupati terpilih tidak hanya konstituennya saja, akan tetapi juga
masyarakat diluar konstituennya beserta “gerbong birokrasi” yang menjadi pilar pemerintah
daerah. Untuk itu perlulah dimunculkan berbagai gagasan-gagasan inovatif dalam
penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. Sehingga masyarakat mulai bisa
menyaring dan menilai gagasan mana yang paling cocok untuk diterapkan di daerahnya
masing-masing.
Figur
inovatif bagaimanakah yang kita inginkan untuk memimpin kabupaten/kota di
Kalimantan Tengah. Kita bisa menengok beberapa cerita sukses kepala daerah dalam
membangun dan memimpin daerahnya, seperti: Ridwan Kamil (Walikota Bandung)
sukses dalam penataan kota dan komunikasi publik, Tri Rismaharini (Walikota
Surabaya) sukses dalam E-Government,
penataan lingkungan hidup dan lingkungan sosial (Kompleks Dolly dibubarkan), Prof.
Nurdin (Kabupaten Bantaeng) sukses dalam pembangunan agropolitan, Dedy Mulyadi
(Bupati Purwakarta) sukses dalam pembangunan seni, Azwar Anas (Bupati
Banyuwangi) sukses dalam pembangunan infrastruktur dan pariwisata. Dan masih
banyak lagi tokoh inovatif lainnya. Untuk diketahui oleh masyarakat bahwa
tokoh-tokoh inovatif tersebut diatas muncul dari berbagai latarbelakang
diantaranya: birokrat, pengusaha, akademisi, dan seniman. Sehingga apapun
latarbelakangnya memiliki peluang yang sama untuk menjadi calon
Walikota/Bupati.
Penyelenggaraan
pemerintahan kedepan sangat menuntut adanya inovasi dari kepala daerah. Hal ini
tidak terlepas dari iklim persaingan antar daerah yang semakin kompetitif,
karena didorong meningkatnya persaingan global. Seperti yang dikatakan oleh
Presiden Joko Widodo bahwa kedepan persaingan itu tidak hanya antara “negara
besar dan negara kecil”, tetapi persaingan itu lebih kepada “siapa yang lebih
cepat dan siapa yang lebih lambat” untuk bergerak dan berubah menjadi terbuka
dan tanggap terhadap perkembangan jaman. Persaingan global akan memperebutkan
aspek pangan, aspek energi, dan sumber daya manusia. Maka pemerintah daerah
juga harus berlomba-lomba memenangkan persaingan tersebut.
Namun
sayangnya, kondisi geopolitik dan ekonomi politik tersebut cukup minim dipahami
oleh para figur calon Walikota/Bupati. Terlebih lagi masyarakat awam, cenderung
bersikap pragmatis dan primordialis. Memilih dengan alasan kekerabatan, memilih
dengan alasan religi, memilih dengan alasan popularitas, dan lain sebagainya.
Yang pada akhirnya kurang berimplikasi positif terhadap perubahan dan
pembangunan daerah. Seperti kata bijak: “Perubahan
itu pasti terjadi, namun cepat atau lambat”. Kita semua tentu menginginkan
perubahan positif yang cepat, dan berdampak luas terhadap kehidupan sosial
masyarakat (masif).
Mungkin
pada kesempatan ini saya ingin memunculkan kembali berbagai ide metode inovatif
dalam penyelenggaraan pemerintahan partisipatif yang disampaikan oleh Hetifah
Sj. Sumarto (2009) dalam bukunya Inovasi,
Partisipasi, dan Good Governance. Inovasi untuk mewujudkan Good Governance itu sendiri, dapat
diinisiasi oleh pemerintah maupun oleh mereka yang berada di luar pemerintah.
Dalam beberapa kasus, inovasi merupakan gagasan bersama. Karena Good Governance menuntut adanya
prasyarat, maka inovasi dalam governance bisa merupakan prakarsa untuk
membangun prasyaratnya saja dan memperbaiki mekanisme governance sendiri, yaitu mempertemukan otoritas pemerintah dan
pengaruh masyarakat dalam satu arena pembuatan keputusan publik.
Beberapa
program inovatif ini dapat mulai digagas dan diterapkan di Palangka Raya dan
sekitarnya. Dan bisa menjadi pilihan alternatif bagi para figur dalam melakukan
“investasi hati masyarakat”. Diantaranya adalah Sarasehan Warga Kota/Kabupaten (pertemuan rutin mingguan/bulanan),
Membentuk Forum Kota/Kabupaten yang berbasis pada teritori dan komunitas,
Dialog Publik Interaktif (adu gagasan),
Program Interaktif Radio (menggunakan stasiun yang ada atau membuka yang
baru), Pemberdayaan warga RT/RW
(sejauh ini Ketua RT/RW hanya dilibatkan formalitas saja), Membentuk komunitas
baru (Teman “S”, Teman “R”, Teman “A”, dan lain sebagainya). Jika beberapa
program ini ramai-ramai dilaksanakan oleh para figur, maka masyarakat kita akan
semakin kaya gagasan dan secara perlahan akan menjadi pemilih yang rasional. Pemilih yang mengedepan pada feasibilitas (kelayakan) program dari
para calon, bukan pada aspek lain yang irrasional.
Sehingga
akhirnya warga Kota Palangka Raya dan beberapa kabupaten di Kalimatan Tengah
akan dapat memilih “The best of the best
figure” dan bukan “The best of the
available figure”. Memilih yang terbaik diantara yang terbaik, bukan
memilih yang terbaik diantara pilihan yang tersedia. Secara perlahan kualitas
demokrasi di Kalimantan Tengah akan semakin meningkat. Salam inovatif!!!
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda