Jumat, 22 September 2017

MENCARI FIGUR CALON WALIKOTA /BUPATI YANG INOVATIF DAN MASIF

MENCARI FIGUR CALON WALIKOTA /BUPATI YANG
INOVATIF DAN MASIF
Oleh:
M. Doddy Syahirul Alam, SE., M.Si
Dosen Jurusan Ilmu Pemerintahan FISIP UPR
Mahasiswa Program Doktor Ilmu Administrasi FIA UB 2016

            Judul ini saya tulis sebagai bentuk harapan kepada para figur-figur yang telah muncul di masyarakat melalui media massa dan telah dilakukan polling terhadap mereka. Tulisan ini juga saya tujukan kepada masyarakat di Kalimantan Tengah yang akan menjadi “Juri” dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilu Kada) tahun 2018. Masyarakat sebenarnya mengharapkan munculnya wajah-wajah baru dalam Pemilu Kada Walikota dan Bupati tahun 2018 di Kalimantan Tengah. Karena satu dekade terakhir ini, Pemilu Kada di Kalimantan Tengah seringkali diwarnai oleh “wajah-wajah lama itu-itu saja”. Yang terpenting juga saya tujukan kepada elit politik yang saat ini, tahun ini, mulai mempersiapkan dan membahas kepada siapa dukungan politiknya akan diberikan dalam Pemilu Kada 2018. Kepada Partai Politik saat ini adalah tahun pembuktian bahwa dukungan politik tidak perlu “mahar yang mahal”, sehingga setiap individu tidak perlu ragu untuk mengajukan dukungan politik kepada partai politik. Atau jika perlu seperti yang terjadi dukungan partai politik terhadap Ahok, partai-lah yang mendatangi dan memberikan dukungan kepada figur-figur yang dianggap unggul dalam kapasitas dan elektabilitas untuk menjadi Calon Walikota/Bupati. Mungkin nggak ya? 
            Tahun 2017 ini sebenarnya adalah “Tahun Spesial” karena pada tahun ini adalah moment pergerakan politik bagi para calon Kepala Daerah untuk menggaet/mengambil hati masyarakat konstituennya. Banyak pelajaran yang bisa kita petik dari proses Pemilu Kada Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta 15 Februari 2017. Kita disuguhkan oleh tontonan yang begitu fenomenal dan maha dahsyat dalam konstelasi politik persaingan antara “kubu petahana” (Ahok-Djarot) dengan “kubu pendatang” (Agus-Silvy, Anies-Sandi) guna merebut kursi Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta periode 2017-2022. Satu hal penting yang harus dicatat dalam upaya menggaet hati masyarakat adalah “investasi hati”. Artinya masyarakat harus disentuh jauh-jauh hari sebelum masa kampanye dimulai. Kita bisa belajar dari pasangan (Anies-Sandi), dimana Sandiaga S. Uno sudah berinvestasi terlebih dahulu menyentuh masyarakat dengan berbagai kegiatan UKM yang dapat menggaet hati masyarakat selama kurang lebih satu tahun. Dan terbukti efektif, hingga dapat masuk pada putaran kedua (April 2017).
            Mari sejenak kita tinggalkan soal politik praktis, sembari kita menunggu opini dari berbagai pengamat politik dadakan menjelang Pemilu Kada. Saya ingin mengajak masyarakat untuk semakin cerdas, rasional dan kaya gagasan dalam menentukan pilihan figurnya. Dalam penyelenggaraan pemerintahan yang dibutuhkan tidak hanya “popularitas” dari seorang figur Kepala Daerah (Walikota/Bupati). Akan tetapi yang lebih penting adalah kapasitasnya sebagai seorang “pemimpin publik” dalam penyelenggaraan pemerintahan. Betul memang Walikota/Bupati dipilih langsung oleh masyarakat. Tetapi setelah terpilih, maka yang dipimpin oleh Walikota/Bupati terpilih tidak hanya konstituennya saja, akan tetapi juga masyarakat diluar konstituennya beserta “gerbong birokrasi” yang menjadi pilar pemerintah daerah. Untuk itu perlulah dimunculkan berbagai gagasan-gagasan inovatif dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. Sehingga masyarakat mulai bisa menyaring dan menilai gagasan mana yang paling cocok untuk diterapkan di daerahnya masing-masing.
            Figur inovatif bagaimanakah yang kita inginkan untuk memimpin kabupaten/kota di Kalimantan Tengah. Kita bisa menengok beberapa cerita sukses kepala daerah dalam membangun dan memimpin daerahnya, seperti: Ridwan Kamil (Walikota Bandung) sukses dalam penataan kota dan komunikasi publik, Tri Rismaharini (Walikota Surabaya) sukses dalam E-Government, penataan lingkungan hidup dan lingkungan sosial (Kompleks Dolly dibubarkan), Prof. Nurdin (Kabupaten Bantaeng) sukses dalam pembangunan agropolitan, Dedy Mulyadi (Bupati Purwakarta) sukses dalam pembangunan seni, Azwar Anas (Bupati Banyuwangi) sukses dalam pembangunan infrastruktur dan pariwisata. Dan masih banyak lagi tokoh inovatif lainnya. Untuk diketahui oleh masyarakat bahwa tokoh-tokoh inovatif tersebut diatas muncul dari berbagai latarbelakang diantaranya: birokrat, pengusaha, akademisi, dan seniman. Sehingga apapun latarbelakangnya memiliki peluang yang sama untuk menjadi calon Walikota/Bupati. 
            Penyelenggaraan pemerintahan kedepan sangat menuntut adanya inovasi dari kepala daerah. Hal ini tidak terlepas dari iklim persaingan antar daerah yang semakin kompetitif, karena didorong meningkatnya persaingan global. Seperti yang dikatakan oleh Presiden Joko Widodo bahwa kedepan persaingan itu tidak hanya antara “negara besar dan negara kecil”, tetapi persaingan itu lebih kepada “siapa yang lebih cepat dan siapa yang lebih lambat” untuk bergerak dan berubah menjadi terbuka dan tanggap terhadap perkembangan jaman. Persaingan global akan memperebutkan aspek pangan, aspek energi, dan sumber daya manusia. Maka pemerintah daerah juga harus berlomba-lomba memenangkan persaingan tersebut.
            Namun sayangnya, kondisi geopolitik dan ekonomi politik tersebut cukup minim dipahami oleh para figur calon Walikota/Bupati. Terlebih lagi masyarakat awam, cenderung bersikap pragmatis dan primordialis. Memilih dengan alasan kekerabatan, memilih dengan alasan religi, memilih dengan alasan popularitas, dan lain sebagainya. Yang pada akhirnya kurang berimplikasi positif terhadap perubahan dan pembangunan daerah. Seperti kata bijak: “Perubahan itu pasti terjadi, namun cepat atau lambat”. Kita semua tentu menginginkan perubahan positif yang cepat, dan berdampak luas terhadap kehidupan sosial masyarakat (masif).   
            Mungkin pada kesempatan ini saya ingin memunculkan kembali berbagai ide metode inovatif dalam penyelenggaraan pemerintahan partisipatif yang disampaikan oleh Hetifah Sj. Sumarto (2009) dalam bukunya Inovasi, Partisipasi, dan Good Governance. Inovasi untuk mewujudkan Good Governance itu sendiri, dapat diinisiasi oleh pemerintah maupun oleh mereka yang berada di luar pemerintah. Dalam beberapa kasus, inovasi merupakan gagasan bersama. Karena Good Governance menuntut adanya prasyarat,  maka inovasi dalam governance bisa merupakan prakarsa untuk membangun prasyaratnya saja dan memperbaiki mekanisme governance sendiri, yaitu mempertemukan otoritas pemerintah dan pengaruh masyarakat dalam satu arena pembuatan keputusan publik.
            Beberapa program inovatif ini dapat mulai digagas dan diterapkan di Palangka Raya dan sekitarnya. Dan bisa menjadi pilihan alternatif bagi para figur dalam melakukan “investasi hati masyarakat”. Diantaranya adalah Sarasehan Warga Kota/Kabupaten (pertemuan rutin mingguan/bulanan), Membentuk Forum Kota/Kabupaten yang berbasis pada teritori dan komunitas, Dialog Publik Interaktif (adu gagasan),  Program Interaktif Radio (menggunakan stasiun yang ada atau membuka yang baru), Pemberdayaan warga RT/RW (sejauh ini Ketua RT/RW hanya dilibatkan formalitas saja), Membentuk komunitas baru (Teman “S”, Teman “R”, Teman “A”, dan lain sebagainya). Jika beberapa program ini ramai-ramai dilaksanakan oleh para figur, maka masyarakat kita akan semakin kaya gagasan dan secara perlahan akan menjadi pemilih yang rasional. Pemilih yang mengedepan pada feasibilitas (kelayakan) program dari para calon, bukan pada aspek lain yang irrasional.

            Sehingga akhirnya warga Kota Palangka Raya dan beberapa kabupaten di Kalimatan Tengah akan dapat memilih “The best of the best figure” dan bukan “The best of the available figure”. Memilih yang terbaik diantara yang terbaik, bukan memilih yang terbaik diantara pilihan yang tersedia. Secara perlahan kualitas demokrasi di Kalimantan Tengah akan semakin meningkat. Salam inovatif!!!                

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda