Jumat, 22 September 2017

ADIPURA DAN KINERJA PEMERINTAH KOTA PALANGKA RAYA

ADIPURA DAN KINERJA PEMERINTAH KOTA PALANGKA RAYA

Oleh:
M. Doddy Syahirul Alam, SE.,M.Si
Dosen Jurusan Ilmu Pemerintahan FISIP Universitas Palangka Raya
Mahasiswa Program Doktor Ilmu Administrasi FIA UB 2016


                Beberapa minggu terakhir ini beberapa media lokal dan nasional banyak membahas perihal keberhasilan dan kegagalan pemerintah daerah (kabupaten/kota) dalam meraih Penghagaan Adipura. Ada yang sedang bersuka cita karena akan meraih Penghargaan Adipura yang pertama, bahkan ada yang lebih dari 3 kali berturut-turut dan meraih Adipura Kencana. Penghargaan tersebut  telah diberikan oleh Pemerintah Pusat pada tanggal 2 Agustus 2017.  Adapula yang menyesal karena belum dapat meraih Adipura, meski sudah berusaha selama bertahun-tahun. Penghargaan Adipura menjadi sebuah ajang bergengsi bagi setiap pemerintah daerah (kabupaten/kota) sebagai bentuk prestasi dalam tata kelola pemerintahan khususnya dalam pengelolaan lingkungan hidup. Senin, 31 Juli 2017 saya membaca kabar berita dari harian Kalteng Pos yang mengabarkan bahwa “Calon Ibukota Gagal Meraih Adipura” (Kota Palangka Raya) sebagaimana yang disampaikan oleh Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kalimantan Tengah (Fahrizal Fitri). Hanya Kabupaten Kotawaringin Barat dan Kabupaten Kapuas saja yang mendapatkan Penghargaan Adipura tahun ini. Sebagai seorang anggota masyarakat Kota Palangka Raya yang sudah bermukim sejak 10 tahun yang lalu tentu ikut menyesal dan prihatin akan hal ini. Sebagai seorang akademisi saya merasakan hal yang ironi. Mengapa demikian? Karena Kota Palangka Raya sebagai ibukota Provinsi Kalimantan Tengah saya anggap memiliki potensi yang sangat besar untuk meraih Penghargaan Adipura, dari segi geografis yang terletak di pusat pemerintahan dan pusat pendidikan, dari segi demografis penduduknya yang relatif tingkat sebarannya rendah, dari segi ekonomi relatif masyarakatnya tergolong menengah keatas, dari segi sosial relatif masyarakatnya tergolong masyarakat yang berpendidikan. Ini adalah potensi besar yang seyogyanya dapat mendukung pencapaian upaya meraih Penghargaan Adipura.
            Upaya meraih Penghargaan Adipura semakin tahun ternyata semakin ketat dalam hal aspek dan indikator penilaian. Hal yang utama adalah berkaitan dengan Pengelolaan Sampah dan Ruang Terbuka Hijau oleh pemerintah daerah serta partisipasi masyarakat. Aspek yang lain yang menjadi perhatian sebagaimana disampaikan oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya adalah dinilai tidak hanya mengenai lingkungan, tetapi juga ekonomi, sosial, dan pemberdayaan masyarakat yang menekankan tata kelola pemerintahan daerah yang baik serta dapat mengintegrasikan aspek pembangunan berkelanjutan (Media Indonesia, 2016). Sehingga dapat dikatakan bahwa untuk meraih Adipura tidak cukup hanya BERSIH, melainkan harus INDAH, NYAMAN, RAMAH LINGKUNGAN, dan PARTISIPATIF.  
            Pemerintah Kota Palangka Raya telah cukup berusaha keras jauh-jauh hari mempersiapkan dalam rangka meraih Adipura. Hal-hal yang bisa kita apresiasi sebagai upaya positif misalnya peningkatan kapasitas Dinas Kebersihan melalui pengadaan dan penambahan armada kebersihan (truk dan motor roda 3), penambahan personil pasukan kuning, pengadaan tong sampah oleh PKK Kota Palangka Raya, membentuk tim khusus meraih Adipura, pembuatan taman dan ruang terbuka, penghijauan, kegiatan rutin JUMAT BERIMAN dan masih banyak lagi yang mungkin kita tidak ketahui secara persis.
            Namun jika boleh berpendapat, apa yang sudah diupayakan oleh Pemerintah Kota Palangka Raya selama ini cenderung instant dan sangat top-down. Pemko Palangka Raya sepertinya terlalu bekerja keras, tapi tidak bekerja cerdas. Terlalu mengandalkan sumber daya (birokrasi, anggaran, regulasi) sendiri. Sehingga tidak heran ketika ada tuntutan publik untuk berkreasi dan berinovasi dalam mendukung upaya meraih Adipura, maka problem klasik yang muncul adalah keterbatasan anggaran, lemahnya koordinasi birokrasi, regulasi yang tidak mendukung. Dan masih banyak persoalan klasik lainnya. Pemko Palangka Raya hendaknya bekerja cerdas yang dengan merubah tata kelola pemerintahan yang lebih partisipatif (bottom-up). Dimana pemerintah daerah lebih melibatkan partisipasi aktif swasta/bisnis, kampus, komunitas, karang taruna dan pengurus RT/RW. Pemko Palangka Raya secara perlahan harus menuju konsep New Public Management dimana public participation menjadi hal yang fundamental. Satu contoh sederhana saja, saat ini peran pengurus RT/RW di Kota Palangka Raya hanya berfungsi administratif saja, belum secara efektif menjadi kepanjangan tangan Pemko dalam rangka mensukseskan upaya meraih Adipura. Pengurus RT/RW relatif belum mampu menggerakkan masyarakat untuk berperan serta dalam menjaga kebersihan dan keindahan lingkungan. Semua tanggung jawab kebersihan diserahkan kepada pemerintah. Pemerintah seharusnya hanya steering and rowing (Denhard and Dendhard, 2001), publik-lah yang seharusnya terlibat secara aktif.
Banyak skema kerjasama yang dapat mendukung peran pemerintah, tapi belum digarap secara serius seperti program CSR (Corporate Social Responsibility) apakah dalam bentuk community development/pemberdayaan masyarakat atau bantuan sarana dan prasarana pendukung kebersihan, partisipasi komunitas (hobi, olah raga, profesi, dll) dalam mendukung kebersihan dan keindahan kota, peningkatan kualitas kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN) dengan berbagai kampus di Palangka Raya misalnya dengan Program Pembukaan Destinasi Wisata Baru (ekowisata, wisata belanja, kampung wisata, wisata edukasi, dll). Selama ini kegiatan KKN lebih dominan hanya melakukan pengecatan dan rehabilitasi kecil atas sarana publik seperti: pasar, jalan raya, sekolah, dan kantor pemerintah.
Dengan demikian, akan lahir Kota Palangka Raya yang sehat dalam arti menyeluruh, kondusif, dan menarik dalam arti mampu mendorong pertumbuhan ekonomi, yakni trade, tourism, dan investment (TTI) berbasis pengelolaan lingkungan hidup. (Siti Nurbaya dalam Media Indonesia, Oktober  2016). Untuk mencapai hal tersebut perlu diimplementasikan secara nyata konsep Good Environtmental Governance sebagaimana yang disampaikan oleh Direktur Pengelolaan Sampah R. Sudirman. (Media Indonesia, Oktober 2016)      

                 

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda